Pages

Subscribe:
Tangan Terkepal dan Maju ke Muka

Senin, 21 November 2011

Media Dakwah melalui Majalah dan TV


*Dakwah melalui Majalah*
Ada tiga persoalan yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana pesan dakwah pada rubrik sakinah?; 2) Bagaimana bahasa yang digunakan pada rubrik sakinah ini ditampilkan?; 3) Bagaimana makna pesan yang terkandung dalam rubrik sakinah pada majalah Darul Falah edisi 2 Oktober 2008-5 Januari 2009?

Dalam menjawab tiga permasalahan yang ada, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengacu pada salah satu jenis penelitian media yakni analisis isi dengan model analisis wacana yang terbagi menjadi dua model yaitu:1.model Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress dan Tony Trew, model ini menekankan pada aspek bahasa yang digunakan oleh media.2. model Vand Dijk model ini menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks maka mengunakan tiga elemen secara umum yaitu struktur makro, struktur mikro dan superstruktur.


Kesimpulah yang dapat diambil ada tiga yaitu: 1. Proses penyampaian pesan dakwah pada rubrik sakinah dimajalah darul falah adalah problematika yang terjadi dimasyarakat seperti kehidupan rumah tangga yang mana di dalamnya ditegakkan menurut syariat ajaran agama Islam dengan mengikuti prinsip-prinsip pernikahan sesuai dengan al-Qur’an dan pedoman sunnah Rasulullah SAW. Masalah-masalah tersebut yaitu nikah adalah ibadah,nikah merupakan fitra syarat menurut ajaran Islam dipenuhi,maupun berbagai persoalan fundamental lainnya yang senantiasa melingkupi relung kehidupan masyarakat. 2. Bahasa yang digunakan pada rubrik sakinah dimajalah Darul Falah ini memakai model Roger Fowler dan kawan-kawan yaitu peristiwa kosa kata yang dipakai untuk menggambarkan aktor (agen) yang terlibat dalam peristiwa.Misalnya:dalam rubrik sakinah mengenai Karakteristik Rumah Tangga Islami apakah misalnya dipakai kata Tegak di Atas landasan Ibadah, nilai-nilai Islami dapat terinternalisasi secara kaffa (menyeluru), Hadirnya Qudwah yang nyata (menyeluruh). Bagaimana peristiwa digambarkan lewat rangkaian kata. Misalnya, dalam rubrik sakinah mengenai Karakteristik Rumah Tangga Islami. Bagaimana peristiwa itu dijelaskan lewat kalimat yaitu rumah yang didalamnya terdapat iklim sakinah(tenang) mawaddah (penuh cinta) dan rahmah(sarat kasih sayang). 3. Makna pesan yang terkandung dalam rubrik sakinah dimajalah Darul falah ini memakai model Van Dijk yaitu struktur makro adalah tentang rumah tangga Islami yang mana mempunyai landasan ibadah dan ditegakkan adab-adab Islam, karena rumah tangga Islami menjadi panutan dan dambaan umat. Dilihat dari super struktur sebuah cerita perjalanan sakinah diibaratkan seperti sang pembalap (suami) dan navigator (istri) dengan sepenuhnya untuk mendampingi dan membantunya, dalam banyak hal yang tidak dapat diperhitungkan kontribusinya atas keberhasilan tersebut.dan dari segi struktur mikro pesan dakwah adalah menerangkan tentang wanita di ciptakan bukan hanya sekedar pelengkap antara pria dan wanita,seperti ada siang atau malam,wanita diperuntuhkan khusus untuk menjadi pendamping sekaligus penolong bagi pria dalam menentukan arah dan memonitor kondisi rumah tangga. Pesan yang tergambar dalam teks tersebut merupakan rangkaian masalah: 1) Syari'iyah, yakni Problematika yang terjadi dimasyarakat seperti kehidupan rumah tangga yang mana didalamnya ditegakkan menurut syariat ajaran agama Islam. 2) Dalam bahasa majalah Darul Falah ini mengunakan kosa kata yang dipakai untuk menggambarkan actor (agen) yang terlibat dalam peristiwa itu dijelaskan lewat kalimat seperti rumah yang didalamnya terdapat iklim sakinah (tenang),mawaddah(penuh kasih sayang)dan rahmah (sarat kasih sayang). 3. Makna pesan yang terkandung di dalam majalah ini adalah bangunan rumah tangga Islami, rumah tangga teladan yang menjadi panutan dan dambaan umat, maka masyarakat Islami dapat diwujudkan.

Berdasarkan masalah dan kesimpulan tersebut, peneliti ini masih perlu diperdalam dengan melakukan kajian langsung oleh peneliti berikutnya dalam fokus masalah peneliti dan pesan analisis yang berbeda.

*TELEVISI SEBAGAI MEDIA DAKWAH*
Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang akselerasi dengan perkembangan kehidupan manusia sebagaimana telah tersebut, maka penggunaan media untuk berdakwah juga mengalami perkembangan. Dakwah yang pada awalnya hanya menggunakan media tradisional, kemudian berkembang menjadi lebih banyak alternatifnya yaitu dengan menggunakan sentuhan-sentuhan teknologi modern, baik melalui media cetak (buku, koran, majalah, tabloit dan lain-lain) maupun dengan media elektronik (radio, televisi, film, VCD, internet dan lain sebagainya). Perkembangan media dakwah dengan teknologi modern ini menuntut semua pihak, khususnya aktifis dakwah untuk senantiasa kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan teknologi dimaksud guna kemaslahatan umat manusia.
Salah satu media modern yang memiliki beberapa kelebihan, dan telah dijadikan sebagai media dakwah, yang akan menjadi fokus pembahasan pada tulisan ini adalah media televisi. Televisi sebagai salah satu hasil karya teknologi komunikasi memiliki berbagai kelebihan, baik dari sisi programatis maupun teknologis. Dilihat dari sisi dakwah, media televisi dengan berbagai kelebihan dan kekuatannya seharusnya bisa menjadi media dakwah yang efektif jika dikelola dan dipergunakan secara profesional. Karena dakwah melalui media televisi memiliki relevansi sosiologis dengan masyarakat, mengingat pemirsa televisi di Indonesia mayoritas beragama Islam. Selain itu secara ekonomis, dakwah melalui media televisi sebenarnya juga mempunyai pangsa pasar yang potensial jika digarap secara profesional pula.
Televisi sejak awal kehadirannya di Indonesia, mulai dari Televisi Republik Indonesia (TVRI) tahun 1962, yang telah memonopoli siaran televisi di Indonesia hampir 3 (tiga) dasawarsa, sebenarnya telah ikut serta dalam kegiatan dakwah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keppres. Nomor 215 Tahun 1963, pasal 4 (empat), bahwa tujuan didirikannya TVRI adalah sebagai alat hubungan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan mental spiritual, fisik bangsa dan negara Indonesia. Maka khususnya untuk melaksanakan tujuan sebagai alat pembangunan mental spiritual ini, TVRI minimal 1 (satu) kali dalam seminggu menyiarkan “Mimbar Agama”, yang terdiri dari semua agama yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya program “Mimbar Agama Islam”.
Kemudian ketika muncul beberapa televisi swasta mulai dari RCTI (1989) disusul SCTV (1989), TPI (1991), AN-Teve (1993), Indosiar (1995) dan sekitar tahun 2000-an muncul beberapa televisi swasta seperti Metro TV, Trans TV, La-TV, Global TV dan beberapa TV Daerah lainnya, siaran-siaran dakwah juga masih ada. Ceramah-ceramah keagamaan di waktu subuh, Peringatan Hari Besar Islam dan acara-acara bernuansa Islam, khususnya di bulan ramadhan ditayangkan televisi. Hal ini merupakan bukti bahwa televisi sebenarnya juga telah memberikan kontribusi terhadap kegiatan dakwah. Namun di balik bukti dan pengakuan itu masih sering muncul pertanyaan dari kita (masyarakat muslim), khususnya para aktifis dakwah, yang mempertanyakan tentang : Pertama, mengapa siaran dakwah di televisi durasi tayangnya hanya sedikit (rata-rata sekali tayang hanya 30 menit) dan tidak sebanding dengan acara-acara lain. Kedua, mengapa jam tayang acara dakwah di televisi kebanyakan hanya pada pagi hari (jam 05.00), bukankah pada jam-jam itu kemungkinan sasaran dakwahnya masih tidur atau mungkin masih memiliki kesibukan lain untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kalaupun ada penonton, kemungkinan penonton acara dakwah ini mereka yang sebenarnya dari sisi agama sudah mapan, yaitu mereka yang sudah terbiasa bangun pagi dan mau melakukan sholat subuh, tetapi bagaimana terhadap sasaran dakwah lain.
Acara dakwah di televisi dapat dilihat dalam tabel berikut, yang dirangkum dari menu acara televisi di Harian KOMPAS :

Stasiun Acara Jam Penayangan Keterangan
TVRI Hikmah Pagi 05.00-05.30 Setiap hari
TVRI Lagu Religi 05.30-06.00 Setiap hari
TVRI Mutiara Jum’at 10.30-11.30 Setiap Jum’at
TPI Kuliah Subuh 05.00-05.30 Setiap hari
RCTI Hikmah Fajar 05.00-05.30 Setiap hari
Indosiar Penyejuk Imani Islam 05.00-05.30 Setiap hari
SCTV Di Ambang Fajar 05.00-05.30 Sudah tidak tayang
ANTEVE Mutiara Subuh 05.30-06.00 Sudah tidak tayang
Metro TV Fajar Imani 05.30-06.00 Sudah tidak tayang

Ketiga, mengapa siaran dakwah di televisi hanya marak pada bulan ramadhan. Dan mungkin masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang mempersoalkan siaran dakwah di televisi. Untuk membahas itu, penulis mencoba untuk mengurai problematika siaran dakwah di televisi dari perpektif bisnis media. Sehingga nantinya diharapkan muncul solusi yang tepat untuk mengatasi problematika tersebut.

C. Problematika Siaran Dakwah di Televisi Perspektif Bisnis Media
Untuk mengatasi problematika siaran dakwah di televisi memang bukan pekerjaan yang mudah, dan tidak hanya bisa menyalahkan pihak televisi yang selama ini terasa sangat kurang dalam menyiarkan agama Islam. Seluruh umat Islam sebenarnya secara tidak langsung juga telah mempunyai andil dalam terjadinya kekurangan siaran dakwah di televisi.
Pengelola stasiun televisi memang memiliki andil dalam menentukan seberapa besar volume dan jam tayang siaran dakwah. Karena dilihat dari segi politik informasi menurut Dedy Jamaludin Malik bahwa siaran dakwah sebenarnya hanyalah suplemen dan komponen kecil dari politik penyiaran televisi. Pengelola televisi sebenarnya tidak mempunyai target untuk membentuk masyarakat yang religius. Kalaupun sekarang televisi menayangkan siaran agama Islam, bisa jadi itu hanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa televisi juga mempunyai komitmen terhadap masalah keagamaan.
Ada persoalan yang harus diketahui dan difahami bahwa televisi-televisi swasta yang ada sekarang ini didirikan tidak bisa lepas dari kepentingan profit oriented, sehingga kebijakan siaran juga tidak bisa lepas dari unsur “bisnis”, yaitu pertimbangan untung dan rugi, dan di balik semua kepentingan politik penyiaran muaranya juga masalah bisnis. Sehingga siaran dakwah yang di tayangkan televisi harapannya juga menjadi komoditas dari sebuah produk yang layak jual.
Termasuk, kenapa siaran dakwah di televisi pada bulan ramadhan begitu marak ? Hal ini juga tidak bisa lepas dari kepentingan bisnis pengelola televisi dan pemasang iklan, yakni menggunakan moment ramadhan untuk menjual produk-produk yang dibutuhkan umat Islam pada bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri melalui acara-acara yang bernuansa Islam yang dibuatnya. Sehingga tanpa terasa, sebenarnya umat Islam telah “dicekoki” oleh televisi dengan budaya konsumerisme yang sangat berlawanan dengan ruh ibadah puasa itu sendiri.
Perlu diketahui pula bahwa setiap “jengkal waktu”, mulai dari jam, menit hingga detik bagi televisi (khususnya swasta) mempunyai nilai jual (uang) ke pemasang iklan, dan satu waktu dengan waktu yang lain (jam, menit hingga detik) mempunyai nilai harga jual yang berbeda, tergantung rating acara yang disiarkan. Rating acara ini ditentukan berdasarkan seberapa besar minat penonton televisi terhadap acara tertentu. Sehingga dengan asumsi jika suatu acara televisi itu “bagus” maka acara itu akan diminati oleh orang banyak, dan iklan yang ditayangkan di acara itu juga ditonton orang banyak, sehingga produk yang ditawarkan di iklan tersebut juga mempunyai kemungkinan untuk dibeli oleh orang banyak. Disinilah berlaku hukum timbal balik atau sebab akibat secara ekonomis dan saling menguntungkan antara pihak produser (Production House), televisi dan pemasang iklan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah IAD/IBD/ISD

slide fotoku

Your Slideshow Title: Me’s trip to Samarinda, Borneo, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Samarinda slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.